Kenangan Berhaji 1426 Hijriyah

Berhaji itu ibadah yang luar biasa. Dari segi biaya, pengalaman juga hikmah yang didapatkan. Kami berhaji pada tahun 1426 Hijriyah, tepatnya tanggal 31 Desember 2005 sampai dengan 8 Februari 2006.

Jadi ingat, pernah punya keinginan bikin kolase atau komik dari foto-foto berhaji. Dan rasanya momentum yang telah berlalu 13 tahun ini sudah cukup tepat untuk dijadikan pengingat masa-masa berhaji dulu, khususnya pada waktu puncak haji pada tanggal 8 sampai 13 Dzulhijjah 1426H, dimana kami dipimpin oleh KH Abdullah Gymnastiar dan Teh Ninih, berjalan kaki dari Mekkah-Mina-Muzdalifah-Arafah dan kembali lagi ke Mina dan Mekkah.

Hari pertama, 8 Januari 2006/8 Dzulhijjah 1426H: Sebelum subuh kami telah bersiap di depan makhtab di Hafair, berjalan kaki menuju Masjidil Haram untuk sholat subuh. Setelah itu kami pun memulai ‘tanazul’ kami. berjalan kaki menuju Mina.

PhotoGrid_1534851787513-01-picsay.jpeg

Beristirahat sejenak di Aziziyah, kami pun meneruskan perjalanan ke tenda Mina.

PhotoGrid_1534851932724-01-picsay.jpeg

Lanjut di sini: Ini adalah hari yang istimewa, saatnya kami menuju Arafah untuk wukuf.

TV Masjidil Haram, Obat Rinduku

Musim haji hadir kembali. Seperti biasa, membangkitkan kenangan indah yang tak terlupakan. Menimbulkan keinginan untuk bisa segera bersujud kembali di sana, di Masjidil Haram, Masjidnya para Nabi dan Rasulullah.

Alhamdulillah, kerinduan itu sedikit terobati dengan menonton aktivitas para jamaah di Masjidil Haram melalui TV Internet yang disiarkan langsung dari sana. Melihat mereka thawaf, sa’i, bersujud, tadarus atau apapun, terus terang, menimbulkan rasa iri dan cemburu. Apalagi saat waktu sholat tiba, syahdu dan kekhusyu’an suasananya bisa terbawa hingga di sini, ribuan kilometer jauhnya. Nikmat sekali mendengarkan Abdurrahman As-Sudaiz mengimami jamaah dengan suara dan lagunya yang khas, sanggup menggetarkan hati saat mendengar lantunan ayat-ayat suci itu dibacakan. Subhanallah, maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi engkau dustakan?

Untuk bisa melihat saat tibanya waktu sholat fardhu di Masjidil Haram, kita memang harus mengetahui waktu sholat di sana. Bisa dilihat dari running text yang tampil di bawah layar TV internet di atas atau mengunjungi situs islamicfinder.org kemudian ditambahkan 4 jam (bila anda berada di Waktu Indonesia Barat/WIB) untuk menyesuaikan dengan waktu di tempat anda.

Contohnya. pada bulan Oktober 2011 ini waktu sholat fardhu di Mekkah adalah sebagai berikut:

Fajar – 05.02

Dzuhur – 12.06

Ashar – 15.26

Maghrib – 17.54

Isya – 19.24

sehingga bila dikonversi ke WIB dengan menambahkan selisih 4 jam, kita bisa menikmati tayangan sholat subuh di Masjidil Haram pada pukul 09.02 WIB.

Selamat menikmati dengan menekan tombol PLAY di atas atau langsung menuju sumbernya di SaudiQuran TV.

 

Hafair

Nama itu akan selalu aku ingat. Saat manasik, aku bertanya banyak hal mengenai Hafair, tempat dimana kami tinggal selama 25 hari di Mekkah. Soal maktab, warung, transportasi, kontur tanah hingga jauh dekatnya daerah itu ke Masjidil Haram. Jawab pembimbing, kira-kira 1,5 km jauhnya, kalau berjalan kaki bisa 15-20 menit. Banyaknya flyover akan membuat perjalanan terasa sedikit capai karena harus menanjak. Kalau naik mobil atau bis, biasanya membayar 1 sampai 2 riyal.

Maktab kami ada di bangunan/rumah nomor 394. Bangunan 5 lantai ini mempunyai 15-20 kamar kurang lebih. Dari stiker di depan pintunya, gedung ini sudah berulang kali menjadi makhtab jamaah haji Indonesia. Ada liftnya juga, serta 3 kamar mandi di setiap lantainya. Secara umum bisa dikatakan bersih dan nyaman. Kamarnya berpendingin udara, kamar mandi pun ada hot showernya. Dapur dengan kompor plus galonan air mineral, tersedia 24 jam. Di meja ‘resepsionis‘ tersedia saluran telpon internasional untuk menelpon sanak famili di tanah air. Mau nonton tivi [halah ngapain coba], juga ada di ‘lobby‘nya yang kecil.

Lainnya tentang Hafair, disini..

Ketika Musim Haji Tiba Lagi

Sudah mau musim haji lagi aja neh. Ritual tahunan ini selalu menjadi magnet yang menarik semua umat muslim di belahan bumi manapun. Tak kurang dari 3 juta manusia dari penjuru bumi setiap Dzulhijjah berkumpul di padang Arafah, tersungkur dalam doa dan air mata, hanya untuk mengharapkan ridhaNYA agar menjadi manusia Islam yang sempurna.

Sayangnya, masih lebih banyak yang belum mau menginvestasikan akhiratnya dengan berhaji. Syarat ‘berhaji bila mampu‘, yang lebih berkonotasi kepada biaya yang diperlukan, seringkali dibelokkan pada kata ‘belum siap‘. Mungkin maksudnya belum siap secara spirituil karena masih berat menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim secara istiqomah atau mungkin belum mampu meninggalkan kebathilan yang akrab menemani hari-harinya.

Di sisi lain, yang sudah siap secara mental dan spirituil justru belum siap secara materiil. Mereka ini yang terjaga di malam hari dan basah matanya karena memohon kemurahan rejeki Allah untuk berangkat ke tanah suci, namun belum kunjung dikabulkan Allah. Padahal dilihat dari kacamata seorang manusia, dengan kualitas iman dan taqwanya mereka-mereka ini lah yang seharusnya berada di Arafah.

Pada sisi lainnya lagi, mereka yang telah berada di Arafah terkadang tidak menemukan esensi dan nikmat berhaji. Mereka pergi taunya untuk mencari titel yang baru, guna menambah deretan panjang titel akademisnya untuk kepentingan duniawinya. Gelar baru ‘pak haji‘ membuatnya nyaman saat dipanggil orang. Gamis serta peci putihnya pun bahkan sanggup mengangkat harga dirinya. Semua demi kepentingan dilihat manusia, bukan oleh YANG menciptakannya, naudzubillah.

Padahal sudah berhaji atau belum, itu bukan parameter untuk tidak meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT. Orang yang mabrur hajinya, insyaAllah akan terlihat peningkatan kualitas ibadahnya. Dilihat orang atau tidak, berjamaah atau sendirian, ibadahnya sama baiknya. Ibadah-ibadah sunnah, seakan menjadi wajib baginya. Kepeduliannya terhadap sesama, berinfaq dan bersedekah, meningkat dari hari ke hari. Tilawahnya pun tartil, benar dan merdu berirama.

Tapi hal-hal tersebut bukan hasil dari berhaji saja, karena tanpa pernah pergi ke tanah suci pun banyak saudara-saudara kita yang lebih berakhlak haji ketimbang yang sudah. Mereka begitu menjaga akidahnya, sholatnya, puasanya, hafalan qur’annya, zakatnya dan tanpa ragu meninggalkan segala laranganNYA. Bagi sebagian mereka, pergi ke tanah suci adalah impian bahkan tetap impian sampai ajal menjemput. Namun apakah surga Allah hanya untuk yang berhaji?

Ya, semua berpulang kepada kita, hendak dibawa kemana tujuan hidup ini. Adakah muncul sebersit niat saat musim haji tiba untuk bergegas menabung ONH? Adakah rasa rindu untuk segera berkunjung ke Baitullah saat melihat orang berihram? Tergerakkah hati untuk dapat ikut tawaf saat melihat gambar Ka’bah? Atau semua itu hanya rencana belakangan di hari tua? Atau malah belum terpikirkan sama sekali saat ini?

Panggilan Allah sudah diperdengarkan. Jawablah dengan lantang “Labbaik Allahumma Labbaik!“, jawaban yang insyaAllah akan membawamu ke tanah suci. Azzamkan niat mulai sekarang untuk pergi berhaji. Mulai persiapkan diri, gak perlu nunggu kalau udah ada duitnya, karena niat itu masih gratis. Jangan juga tunggu hari tua, karena berhaji saat kita masih muda dan kuat insyaAllah lebih banyak ibadah yang dapat kita lakukan.

Pilihan itu ada di diri kita masing-masing. Mau menjawab panggilan itu, atau terus mengabaikannya…

‘Berjumpa’ Rasulullah SAW

Dua hari pertama setelah tiba di Madinah, 1426H. Aku belum juga bisa masuk taman-taman surga itu. Padahal aku sudah mengenakan gamis yang terbaik, yang memang sengaja aku niatkan untuk ‘bertemu’ dengan manusia mulia, Rasulullah SAW. Dua hari itu aku hanya bisa melewati makamnya dari pintu Bab as Salam, mengucapkan shalawat dan salam kepadanya, tapi tetap saja semua terasa biasa.

Hati ini menjadi gundah saat kawan-kawan bercerita telah berhasil khusyu’ beribadah di taman surga yang sangat padat itu. Aku pun beristighfar, memohon ampun pada Allah SWT, karena yakin niatku mungkin belum benar untuk menuju kesana.

Sesuatu yang ajaib menunggu disana..

Tanazul ke Arafah

Perlengkapan itu sudah masuk di ransel. Isinya hanya berupa handuk, Al-Qur’an, buah dan sedikit makanan kecil. Tak lupa bendera regu yang memang menjadi kewajibanku membawanya, aku selipkan di sisi kanan ransel. ‘Bismillahirrahmanirrahim, ayo jalan..’

Mina, 9 Dzulhijjah 1426H masih pukul 03.30 WAS. Mulailah kami bergerak dari depan tenda, berjalan kaki menuju Muzdalifah. Para Karom sibuk mengatur rombongannya yang masing-masing berjumlah 40 orang dan sebagai Karu aku membantunya dengan ikut menghitung para jamaah, takut ada yang tertinggal. Subuh itu kami berhenti sejenak di Muzdalifah untuk sholat subuh berjamaah. Aa Gym menjadi imam dan memberikan sedikit tausiyah sebelum kami melanjutkan lagi perjalanan menuju tanah suci Arafah.
Kaki yang lecet, lanjut disini..

Pentingnya Sebuah Manasik

Simulasi Umrah/Haji
Simulasi Umrah/Haji

JAKARTA – Subhanallah, sudah masuk musim haji lagi. Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik Laa Syarika Laka Labbaik. Entah mengapa, setiap musim haji tiba, hati ini langsung terasa rindu untuk berada di sana lagi. Ya maklum, berhaji kan sungguh sebuah pengalaman rohani yang tidak mungkin bisa dilupakan.

Rasulullah bersabda, bahwa siapa yang hendak meraih dunia harus dengan ilmu. Demikian juga akhirat, meraihnya juga dengan ilmu. Oleh sebab itu lah para penyelenggara KBIH/Kelompok Bimbingan Ibadah Haji selalu menyelenggarakan manasik untuk para calon jamaah haji. Manasik ini bukan sekedar pengetahuan untuk beribadah haji saja namun juga memberikan bekal yang insyaAllah cukup dan bermanfaat dipraktekkan di tanah suci.

Mari lanjut disini..

Cara Memakai Kain Ihram

JATIBENING – Mungkin diantara para jamaah haji/umrah masih ada yang belum paham cara memakai kain ihram, terutama kain bagian bawah, berikut ini ada video yang saya ambil saat mengikuti manasik umrah sebulan yang lalu.

Pertama-tama yang perlu diperhatikan saat hendak mengenakan kain ihram, pastikan kain bagian bawah adalah kain yang lebih tebal atau lebih panjang dari kain untuk bagian atas. Pengalaman membuktikan, kain yang terlalu panjang di bagian atas akan menyulitkan kita untuk sholat.

Kedua, sebelum memakai kain ihram, kita harus mandi besar/junub dan diniatkan untuk mandi berihram.

Ketiga, jangan lupa melepas ‘dalaman’, karena terlarang bagi kaum laki-laki mengenakan underwear saat mengenakan kain ihram.

Ada video cara pemakaiannya di dalam. Silakan klik disini.

Cerita Umrah

JAKARTA – Ada beberapa cerita yang dapat disimpan sepanjang perjalanan ibadah Umrah kami tanggal 17-25 Mei 2009 yang lalu. Berikut sedikit diantaranya.

Ustadz yang Mualaf

Pertama kali mengenalkan dirinya di bis saat menjemput kami di bandara King Abdul Azis, pak ustadz kita ini berkata ‘nama saya sejak tahun 1993 adalah Abdullah Hidayat Ramadhan‘. Aku berbisik kepada istriku, ‘jangan-jangan dia ini mualaf ‘mi‘. Istriku pun mengangguk.

Pada suatu kesempatan kami pun menanyakan hal itu kepadanya, dan ia pun membenarkan serta bercerita proses perpindahan agamanya 16 tahun yang lalu itu. Hal yang paling menarik dari cerita beliau adalah hidayah yang didapat justru saat ia berada di dalam tempat ibadahnya. Ia melihat betapa banyak perempuan yang berpakaian namun terbuka auratnya. Padahal mereka datang ke tempat itu untuk beribadah. ‘Ini tidak benar‘ gumamnya. Sejak saat itu ia bersumpah bahwa itu adalah kali terakhir ia masuk ke sana.

Masih banyak cerita dan lanjutannya di dalam. Ayo klik disini!

Jumatan di Masjidil Haram

JAKARTA – Tak terasa telah sepekan berlalu sejak melakukan sholat Jum’at di Masjidil Haram. Ya, pengalaman berumrah kemarin memang menumbuhkan tekadku untuk membayar penyesalan atas gagalnya sholat Jum’at di lingkaran Ka’bah pada musim haji 1426H yang lalu.

Ceritanya, saat musim haji yang begitu padat jamaahnya, aku pun bergegas berangkat lebih awal dari makhtab untuk berniat mencari shaf terdepan sesuai sunnah Rasulullah. Shaf terdepan di Masjidil Haram dimana lagi kalau bukan di lingkaran Ka’bah, bukan? Sesampainya di Haram, niat mulai goyah. Bukan shafnya sudah terisi, justru di lingkaran Ka’bah itu masih banyak tempat yang kosong. Aku lihat jam tanganku, masih pukul 10.30. Ah, azan masih 2 jam lagi, kira-kira bisa tahan gak ya duduk di situ sampai dua jam lagi? <-setan udah mulai berbicara, hehehehe. Akhirnya saat itu aku coba maju dan mencari shaf yang masih lowong di depan Multazam.

Lanjutin yuk di dalam..