Sudah mau musim haji lagi aja neh. Ritual tahunan ini selalu menjadi magnet yang menarik semua umat muslim di belahan bumi manapun. Tak kurang dari 3 juta manusia dari penjuru bumi setiap Dzulhijjah berkumpul di padang Arafah, tersungkur dalam doa dan air mata, hanya untuk mengharapkan ridhaNYA agar menjadi manusia Islam yang sempurna.
Sayangnya, masih lebih banyak yang belum mau menginvestasikan akhiratnya dengan berhaji. Syarat ‘berhaji bila mampu‘, yang lebih berkonotasi kepada biaya yang diperlukan, seringkali dibelokkan pada kata ‘belum siap‘. Mungkin maksudnya belum siap secara spirituil karena masih berat menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim secara istiqomah atau mungkin belum mampu meninggalkan kebathilan yang akrab menemani hari-harinya.
Di sisi lain, yang sudah siap secara mental dan spirituil justru belum siap secara materiil. Mereka ini yang terjaga di malam hari dan basah matanya karena memohon kemurahan rejeki Allah untuk berangkat ke tanah suci, namun belum kunjung dikabulkan Allah. Padahal dilihat dari kacamata seorang manusia, dengan kualitas iman dan taqwanya mereka-mereka ini lah yang seharusnya berada di Arafah.
Pada sisi lainnya lagi, mereka yang telah berada di Arafah terkadang tidak menemukan esensi dan nikmat berhaji. Mereka pergi taunya untuk mencari titel yang baru, guna menambah deretan panjang titel akademisnya untuk kepentingan duniawinya. Gelar baru ‘pak haji‘ membuatnya nyaman saat dipanggil orang. Gamis serta peci putihnya pun bahkan sanggup mengangkat harga dirinya. Semua demi kepentingan dilihat manusia, bukan oleh YANG menciptakannya, naudzubillah.
Padahal sudah berhaji atau belum, itu bukan parameter untuk tidak meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT. Orang yang mabrur hajinya, insyaAllah akan terlihat peningkatan kualitas ibadahnya. Dilihat orang atau tidak, berjamaah atau sendirian, ibadahnya sama baiknya. Ibadah-ibadah sunnah, seakan menjadi wajib baginya. Kepeduliannya terhadap sesama, berinfaq dan bersedekah, meningkat dari hari ke hari. Tilawahnya pun tartil, benar dan merdu berirama.
Tapi hal-hal tersebut bukan hasil dari berhaji saja, karena tanpa pernah pergi ke tanah suci pun banyak saudara-saudara kita yang lebih berakhlak haji ketimbang yang sudah. Mereka begitu menjaga akidahnya, sholatnya, puasanya, hafalan qur’annya, zakatnya dan tanpa ragu meninggalkan segala laranganNYA. Bagi sebagian mereka, pergi ke tanah suci adalah impian bahkan tetap impian sampai ajal menjemput. Namun apakah surga Allah hanya untuk yang berhaji?
Ya, semua berpulang kepada kita, hendak dibawa kemana tujuan hidup ini. Adakah muncul sebersit niat saat musim haji tiba untuk bergegas menabung ONH? Adakah rasa rindu untuk segera berkunjung ke Baitullah saat melihat orang berihram? Tergerakkah hati untuk dapat ikut tawaf saat melihat gambar Ka’bah? Atau semua itu hanya rencana belakangan di hari tua? Atau malah belum terpikirkan sama sekali saat ini?
Panggilan Allah sudah diperdengarkan. Jawablah dengan lantang “Labbaik Allahumma Labbaik!“, jawaban yang insyaAllah akan membawamu ke tanah suci. Azzamkan niat mulai sekarang untuk pergi berhaji. Mulai persiapkan diri, gak perlu nunggu kalau udah ada duitnya, karena niat itu masih gratis. Jangan juga tunggu hari tua, karena berhaji saat kita masih muda dan kuat insyaAllah lebih banyak ibadah yang dapat kita lakukan.
Pilihan itu ada di diri kita masing-masing. Mau menjawab panggilan itu, atau terus mengabaikannya…